Financeroll - Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan Selasa (25/6) masih tertinggal di zona negatif sedangkan rupiah ditutup stagnan.
Pasar dinilai berlebihan atas pemangkasan stimulus dari bank sentral AS, The Fed. Kurs rupiah sempat mencapai level terlemahnya Rp 9.940 tapi kembali menguat. Kondisi ini dipicu oleh kelegaan dari pelaku pasar terhadap situasi likuiditas di China setelah adanya komentar dari pejabat resmi Pople's Bank of China (PBoC).
Selain itu, Bank Sentral China itu mengambil langkah proaktif untuk mengatasi krisis likuiditas yang dalam beberapa hari ini sempat memicu sentimen riks aversion (aksi hindar risiko) dari para investor. Karena itu, sepanjang perdagangan setelah mencapai level terlemahnya Rp 9.940 rupiah kembali ditutup di levle terkuatnya Rp 9.925 dari posisi pembukaan Rp 9.930 per dolar AS.
Tercatat kurs rupiah terhadap dolar AS di pasar spot valas antar bank Jakarta, Selasa (24/6) ditutup stagnan di level 9.925-9.935. PBoC memberikan pernyataan bahwa bank sentral akan menuntun tingkat suku bunga ke kisaran yang lebih reasonable. Hanya saja, komentar tersebut cukup memberikan kelegaan.
Sebab, komentar tersebut mengindikasikan adanya potensi berakhirnya kekhancuran sektor kredit yang bulan Juni ini menyebabkan kecemasan sistem keuangan di China yang berimbas pada pasar aset regional lainnya. Kisaran suku bunga akan dijaga pada level tertentu, tapi tidak disebutkan dalam kisaran berapa. Pada awalnya, pasar khawatir krisis kenaikan suku bunga antar bank di China bakal dibiarkan sehingga memicu krisis likuiditas. Jika krisis terjadi pada likuiditas antar bank, PBoC akan menurunkan suku bunga. Tapi, jika likuiditas hot money yang kering, suku bunga justru dinaikkan.
Selain itu, rupiah juga mendapat angin segar dari komentar The Fed. Semalam ada komentar dari Presiden Federal Reserve Dallas, Richard Fisher yang menyataan, reaksi pasar cukup berlebihan. Fisher berusaha memberikan penjelasan bahwa kondisi penarikan stimulus The Fed seiring dengan perekonomian AS yang telah membaik.
Sejauh ini, pasar mengkhawatirkan, stimulus dicabut saat ekonomi AS belum membaik sehingga terjadi revaluasi pada indeks saham. Untuk selanjutnya, pasar masih akan menunggu pidato dari tiga pejabat The Fed lainnya pada pekan ini. Pasar akan melihat bagaimana prospek reduksi pembelian aset dan The Fed harus menjelaskan bahwa penarik stimulus membutuhkan prosse yang cukup panjang sehingga pasar akan kembali tenang.
Akhirnya dolar AS melemah terhadap mayoritas mata uang utama termasuk terhadap euro. Indeks dolar AS melemah 0,14% ke posisi 82,51 dari sebelumnya 82,60. Terhadap euro, dolar AS ditransaksikan melemah ke USD 1,3134 dari sebelumnya USD 1,3122 per euro.
Di sisi lain, pada perdagangan Selasa (25/6) IHSG ditutup melemah 10,59 poin (0,24%) ke posisi 4.418,872. Intraday terendah 4.373,377 dan tertinggi 4.496,554. Investor asing mencatatkan net sell hingga Rp 1,19 triliun. Apalagi, untuk sektor konsumsi punya katalis musiman berupa bulan puasa dan lebaran. Kalaupun turun lagi, mungkin tidak akan terlalu dalam.
Sebab, jika dihitung sejak awal 2013, indeks sudah anjlok cukup moderat dari level tertinggi 5.251. Kenaikan ke level 5.251, dinilai terlalu cepat. Karena itu, lanjutnya, pasar menyesuaikan IHSG ke bawah 4.500-an saat ini, sehingga penguatan indeks menjadi make sense untuk sisa waktu 2013.
Sementara itu, dari eksternal, pasar terimbas negatif oleh The Fed yang berencana memangkas program stimulus-nya, Quantitative Easing (QE). Karena itu, koreksi indeks belakangan ini sudah menggambarkan faktor BBM dan pengurangan QE The Fed. Koreksi IHSG saat ini bersifat jangka menengah. Artinya, bukan koreksi kecil, tapi juga bukan koreksi yang besar. Untuk akhir 2013, menurut dia, pasar akan kembali melihat IHSG di level tertingginya yang pernah dicapai di atas 5.250. Jadi memang, target 5.200 merupakan target akhir tahun dan sudah tercapai sehingga indeks wajar terkoreksi. [geng]
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Sugeng Riyadi 26 Jun, 2013
-
Source: http://financeroll.co.id/news/77656/merespon-pengurangan-stimulus-the-fed-pasar-domestik-masih-tertekan